Jumat, 16 Juni 2017

48 Rider: Drive, Let's Drive

“Kampret, Yon! Itu...Fangire...” ucapku gemetaran. Aku dan Dion terdiam, saat hampir semua orang di dalam Theater berlari panik kesana kemari. Kami bingung, perasaan kami campur aduk saat ini. Antara senang karena tebakan kami tentang orang itu benar, dan takut karena sekarang nyawa kami semua benar-benar terancam.
            Suasana Theater benar-benar kacau. Orang berlarian kesana kemari, mencari jalan keluar dari Theater yang sialnya tidak ada. Semua pintu di dalam Theater terkunci secara misterius, bahkan pintu-pintu di dalam backstage juga. Dan tak sedikit orang yang terinjak-injak karena kerusuhan ini. Dan semua ini menjadi tambah kacau ketika ternyata Fangire tadi tidak sendirian. Aku bisa melihat, beberapa diantara mereka mengambil kesempatan dalam kerusuhan ini untuk mengambil life force dari beberapa orang yang lalu lalang di dekat mereka tanpa perlu mengubah wujud mereka.
            “Benar. Kalian harus takut! Takut kepada kami, para Fangire! Ras yang lebih unggul daripada kalian manusia busuk! Ramaikan pesta ini, teman-teman!” teriak Fangire yang ada di atas panggung, sembari membalikkan badannya dan mendekati para member JKT48. “Yon! Fangire yang tadi, Yon! Dia mau bunuh member, Yon! Gimana ini!?” ujarku panik pada Dion. “Yaaduuuh, ya gimana juga Peng!? Kita bisa apa!? Kalo kita sok pahlawan, salah salah kita yang mati, Peng!” jawab Dion sambil menggaruk kepalanya. Diantara orang yang lalu lalang di hadapan kami, aku melihat sesosok pria yang sedari tadi melihat terus ke arah kami. Insting bertahan hidup kami mengatakan, bahwa keadaan ini sangat buruk dan mengharuskan kami untuk menyelamatkan diri. Namun, otak dan tubuh kami sepertinya sudah menerima syok yang terlalu besar sehingga sudah sama sekali tidak sinkron. Kami hanya berdiri mematung di sini saat pria itu menyeringai dan maju perlahan menghampiri kami. “Ka-kamu si-siapa? Fangire juga?” tanya Dion dengan seluruh keberanian yang tersisa darinya.
            “Hahahahaha! Kalian ternyata tahu banyak tentang ras pengatur sialan yang ada diatas panggung itu. Anak muda, kalian harus diberi hadiah. Hadiahnya, aku tidak akan membunuh kalian dan malah akan menjadikan kalian sepertiku!” jawab orang tadi pada kami. “Se-sepertimu? Ah, kamu Orpenoch!” timpalku dengan lantang. “Hahaha, otak kalian sepertinya bagus. Kalian bahkan tahu kalau aku Orpenoch hanya dari perkataanku tadi.” Sahut orang itu dengan keras. Orpenoch adalah spesies tidak teridentifikasi yang berasal dari orang yang sudah mati. Orang yang sudah mati karena Orpenoch lain juga punya kemungkinan menjadi Orpenoch. Mereka hidup dengan mengambil jantung manusia, dan manusia yang telah menjadi mangsa Orpenoch akan menjadi debu jika tidak cukup kuat untuk menjadi Orpenoch juga. Monster mengerikan yang merupakan musuh utama Kamen Rider Faiz.
            “Kalau begitu mari kita mulai!” teriak pria itu seraya mengubah wujudnya menjadi Crow Orpenoch. Kaki kami mendadak lemas, membuat kami jatuh terduduk dihadapan Orepnoch itu. Dia mengangkat tangannya dan mengeluarkan sebilah pedang berwarna abu-abu. Dilihat dari sudut pandang manapun, kami tidak mempunyai kesempatan untuk selamat atau bahkan untuk sekedar mengelak. Crow Orpenoch itu mengayunkan pedangnya dengan cepat menuju ke arah dada kami. Kami hanya bisa pasrah dan menunggu nasib kami selanjutnya, baik menjadi Orpenoch maupun mati menjadi debu.
            KLANG! Suara berdenting keras terdengar dari arah depan kami. “A-apa ini!? Seranganku, dapat ditangkis!?” ujar Orpenoch itu keheranan. Mendengar hal itu aku dan Dion langsung membuka mata, dan mendapati bahwa sesuatu berhasil menangkis serangan Orpenoch itu. Sesuatu seperti mobil mainan merah kecil yang memiliki jalur melayang. Itu, Shift Car!? Benda yang menolong kami adalah Shift Speed, yang sudah tidak membatu lagi, dan ia bisa bergerak sendiri persis seperti di film. Pemandangan aneh ini membuat kami syok sekaligus kagum. Aku dan Dion hanya saling berpandangan satu sama lain. “Peng, kotaknya! Coba liat kotaknya!” sahut Dion antusias. “Kalo Shift Speed udah balik dan bisa jalan sendiri, berarti Driver sama Shift Brace-nya...” timpalku sambil langsung membuka kotak kayu yang tadi kubawa. Dan benar saja, Drive Driver dan Shift Brace yang tadi kami lihat membatu, sekarang sudah kembali seperti sedia kala. Tanpa buang waktu, aku dan Dion berdiri menjauh dan mengambil kedua benda ini lalu langsung memakaikannya di tubuhku. Dengan sigap, Shift Speed langsung melompat ke tangan kananku, pertanda ia juga siap mendampingiku bertarung. Aku langsung memutar tuas kunci di bagian Driver sebelah kanan, mengaktifkan transform sequence system dari Driver ini. Aku balikkan bagian belakang Shift Speed, memperlihatkan lambang Drive yang ada di bagian chasis Shift Speed. Kumasukkan Shift Speed kedalam Shift Brace dan langsung mendorongnya layaknya sebuah tuas. “HENSHIN!” sahutku dengan lantang sambil memperagakan pose beruba a la Kamen Rider Drive.

“DRIVE: TYPE SPEED”

            Seketika itu juga tubuhku dikelilingi oleh benda seperti bagian-bagian mesin.
Benda-benda ini lantas terpasang dengan rapih di badanku, membuatku terlihat bak sebuah robot berwarna merah. Belum selesai aku berubah, Crow Orpenoch tadi langsung berlari untuk menebasku. Sampai akhirnya ia terpental sangat jauh oleh sebuah ban hitam dengan strip merah. Ban itu melayang mendekatiku dan secara menakjubkan terpasang melintang dari bahu kiriku menuju pinggang kananku, menyelesaikan perubahanku menjadi wujud yang dapat mengimbangi kekuatan para monster yang menyerang kami. Mengubahku menjadi seorang Kamen Rider. Kamen Rider Drive.
            “Woooooow, Kamen Rider asli! Dan itu lu, Peng!” sahut Dion terkagum-kagum. Aku hanya mengamati wujud baruku ini dengan kagum, sebelum akhirnya aku disadarkan oleh tebasan pedang Orpenoch itu. Dan kini dihadapanku bukan hanya si Crow Orpenoch saja yang hadir, melainkan seluruh Fangire yang ada di ruangan ini. Suasana mendadak hening, baik para monster maupun semua orang yang masih hidup dan berada di ruangan ini saat ini. “Jadi, Kamen Rider juga sampai ikut ke dunia ini? Kalian tidak kenal kata menyerah, ya? Baiklah, ini akan menjadi pertarungan yang menarik! Kita lihat, siapa yang lebih unggul! Kami, para Kaijin, atau kalian, para manusia! Maju!” ujar Fangire yang tadi ada di atas stage. Seketika itu juga para monster itu berhamburan menuju ke arahku berdiri. Mereka mengangkat senjata mereka masing-masing dan langsung melancarkan serangan. Sial, aku tidak pernah bertarung sebelumnya, pikirku. Dengan begini, aku akan jadi sasaran empuk. Tapi ternyata pemikiranku salah besar. Tiba-tiba saja, seperti ada seberkas cahaya memancar di depan mataku dan seolah memberiku pengelihatan akan cara untuk bertarung. Pengelihatan tentang pertarungan-pertarungan yang sudah dilalui oleh Tomari Shinnosuke, pengguna Drive System pertama. Semuanya mengalir begitu saja, sehingga aku tanpa sadar sudah menggerakkan anggota tubuhku untuk menangkis beberapa serangan yang dilancarkan para Kaijin itu. Tak ingin dipojokkan, aku langsung menyerang balik mereka dan berhasil balik memojokkan mereka. Kuputar kembali tuas kunci di Driver, lalu kudorong Shift Speed yang ada di Brace sebanyak tiga kali.

“SP-SP-SPEED”

            Seketika aku merasakan sebuah kekuatan yang meledak-ledak di dalam  tubuhku, membuat kecepatanku meningkat tiga kali lipat. Kulancarkan serangan bertubi-tubi kepada para Kaijin tersebut dengan kecepatan penuh, hingga beberapa Fangire hancur berkeping-keping layaknya sebuah kaca mosaik yang pecah. “Cih, kurang ajar! Apa yang sebenarnya kalian lakukan!? Cepat kalahkan Kamen Rider itu!” teriak Fangire yang memimpin mereka dengan sedikit panik. Kali ini serangan mereka cukup berbeda, dan cukup merepotkanku. Namun tanpa disangka-sangka, tiga buah sosok Shift Car berlarian dari belakangku. Para Kaijin yang juga tidak sadar akan kehadiran mereka jatuh tersungkur oleh serangan mereka. “I-ini kan...” sahutku kagum, sebelum Dion memotongnya.”Waaauw, Shift Wild, Shift Technic, sama Shift Rumble Dump! Ajegile, jangan  sia-siain Peng! Pake Wild!” ujar Dion mengomandoiku. Aku hanya mengangguk dan menuruti Dion. Kulepas Shift Speed dari Brace dan digantikan oleh Shift Wild.

“DRIVE: TYPE WILD”

            Wujudku kembali berubah, kali ini dilapisi oleh benda-benda yang nampak seperti bagian-bagian mobil Buggy untuk jalan off-road. Ban yang tadinya tepasang melintang di badanku, kini berubah menjadi ban mobil off-road dan letaknya kini berada ujung pundak kanan. “Bagus! Type Wild yang ngutamain kekuatan pasti gak akan kalah dari monster-monster ini. Peng, pake Handle Ken!” sahut Dion yang lagi-lagi mengomandoiku seolah-olah ia yang mengembangkan Drive System. “Buset, Yon! Lu udah kaya Rinna Sawagami aja! Ayo, Handle Ken!” teriakku sambil menjulurkan tangan kananku ke sembarang arah. Seketika itu juga, sebuah pedang dengan sebuah setir mobil di bagian gagangnya melesat ke arah tangan kananku. Aku langsung menerjang para Kaijin yang tersisa, menghancurkan mereka satu-persatu. Kuputar setirnya ke arah kiri dan kanan sebanyak tiga kali secara bergantian.

“TURN, TURN, U-TURN”

            Tubuhku lalu bergerak sendiri, memutar dan lalu berkali-kali menebas Kaijin-Kaijin itu hingga tak bersisa. “Si-sial! Hoi, Crow! Kau urus sisanya! Crow! Crow! CROOOOOW!” teriak Fangire itu kebingungan mencari Crow Orpenoch yang ternyata sudah tidak ada di sini lagi. “Kau tinggal sendiri, Fangire sialan! Sekarang, waktunya penghakiman!” sahutku geram. Geram, karena sudah memporak porandakan Theater JKT48 ini. Geram, karena sudah mengambil banyak nyawa orang tak bersalah. Geram, karena membahayakan para member JKT48 yang kami idolakan. Dan juga geram, karena telah menyebut kami sebagai ‘hewan ternak’. Aku memasukkan Shift Wild ke dalam Handle Ken lalu memutar setirnya satu kali dan menekan klaksonnya satu kali, mengakhiri semua kegilaan ini. Dengan kekuatan penuh, kufokuskan kekuatanku pada Handle Ken.

“HISSATSU: WILD, FULL THROTTLE!”
“TURN, DRIFT KAITEN!”

            “Kau datang untuk berkendara.” sahutku pelan, sebelum akhirnya melancarkan serangan terakhir. Badanku melaju dengan cepat sembari berputar, menghujam Fangire itu dengan ratusan tebasan yang membentuk angka delapan. Dengan satu drift terakhir yang mengakhiri seranganku, Fangire itu hancur berkeping-keping tanpa sisa. Semua mata di dalam Theater tertuju padaku. Disusul dengan teriakan gembira semua orang, menandakan rasa senang mereka karena semua ini telah berakhir.

“Dia cukup hebat…” ucap Shinnosuke dari suatu tempat yg putih…
“Kenapa kau langsung memberikan data pertarunganmu?” Tanya rider spirit
“aku… melihat diriku disana…”ucap Shinnosuke sambil tersenyum

Back to Fx…

Mereka menyelamatiku dan berterima kasih padaku, persis seperti seorang pahlawan yang ada di film-film. Semuanya berakhir, atau setidaknya kupikir begitu. Dion menghampiriku dan memuji kemampuan bertarungku. “Gile lu, Peng! Lu udah bener-bener mirip Kamen Rider Drive! Tinggal jadi polisi aja lu, udah mirip Tomari dah.” goda Dion padaku. Aku hanya tertawa kecil mendengar hal itu.
            Mengingat pintu Theater terkunci semua, aku pun berinisiatif untuk menghancurkan pintu masuk utama agar semua orang yang masih hidup bisa keluar dengan selamat. Kutebas pintu itu menjadi dua bagian, sehingga salah satu bagiannya bisa kami dorong ke luar. Dan benar saja, pintu itu dapat terbuka hanya dengan satu dorongan kecil. Namun apa yang aku lihat di luar ruangan Theater tidak berbeda jauh dengan apa yang aku lihat di dalam, dan malah lebih buruk. Mayat dimana-mana, baik yang life force-nya disedot habis, yang menjadi debu, yang berlapiskan lendir, yang bersimbah darah, dan lain sebagainya. Kengerianku bertambah lagi setelah mengetahui bahwa Kaijin yang muncul bukan hanya Orpenoch dan Fangire saja. Banyak sekali Makamou-Makamou besar yang berkeliaran di lantai dasar. Puluhan  Worm terbang kesana kemari. Para Unknow dan Grongi berkeliaran dimana-mana. Mirror Monster yang berpindah-pindah dari satu kaca ke kaca lain, dan masih banyak lagi. Tidak mungkin aku dapat mengalahkan semua Kaijin ini sendirian. Aku pun bergegas masuk kembali dan menutup pintu tadi rapat-rapat agar para Kaijin itu tidak bisa masuk ke dalam sini.
            Suasana di dalam kembali hening, dikarenakan mereka yang masih bertahan sedang memberikan penghormatan terakhir dan doa pada mereka yang telah mendahului kami. Mereka menopang tubuh-tubuh itu dan mereka jajarkan di depan agar dapat di doakan dengan serentak. Tidak sedikit korban yang aku lihat berjajar di depan, dan tidak sedikit pula diantara mereka ada beberapa member JKT48. Sisil, Uty, Acha, Ayen, Yupi, dan beberapa member lain yang tidak dapat teridentifikasi karena sudah menjadi abu. Kesedihan yang begitu mendalam terpancar di mata para fans dan member. Bagaimana tidak, mereka melihat orang yang mereka sayangi, orang yang mereka idolai, dibunuh dengan sadis di depan mata mereka sendiri. Dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Aku kembali ke wujud manusiaku dan ikut mendoakan para korban yang telah tiada, lalu setelah itu menarik Dion untuk membicarakan apa yang aku lihat di luar tadi.
            “Yon, sini sebentar. Gua mau ngomong.” Sahutku sambil menarik tangannya. Aku bawa Dion ke pojok ruangan, agar yang lain tidak bisa mendengarkan pembicaraan kami. “Ada apa sih, Peng? Lagi pada berduka juga, lu malah ngajak gua mojok disini. Kalo bukan hal yang penting, gua abisin lu.” Gerutu Dion padaku. Lalu aku mengangguk dan tanpa panjang lebar aku langsung jelaskan apa yang aku lihat di luar sana tadi. Dan reaksi Dion pun dapat kutebak, dia kaget dan panik. Walaupun tidak terlalu panik. “Anjrit, asli banyak banget? Lu liat ada yang selamat kagak di luar? Atau jangan-jangan, cuma kita disini yang selamat?” tanya Dion. Aku hanya menggelengkan kepala, tak tahu apakah di luar ruangan ini masih ada yang selamat atu tidak. Untungnya Dion adalah orang berkepala cukup dingin, sehingga dengan cepat ia langsung memikirkan solusi yang paling memungkinkan dalam situasi seperti ini. “Bentar, Peng. Lu udah cek jalan belakang belum? Yang lewat backstage. Kalo ga salah waktu gua liat sitemap Theater, di belakang ada satu pintu yang bisa langsung ngehubungin kita sama pintu darurat.” Ucap Dion. “Wah, bener juga tuh Yon! Kalo ada, kan kita bisa evakuasi yang lain biar sampe ke luar gedung. Soalnya tadi gua liat sih di luar gedung udah banyak banget tentara-tentara sama polisi gituh.” Lanjutku memberi masukan. Memang, tadi saat aku  keluar, aku samar-samar melihat banyak sekali kerumunan dengan baju loreng dan suara sirine di luar. Ini bisa jadi kesempatan kita untuk melarikan diri…
“tapi ada yg aneh…” gumamku pelan, “apanya? Keadaan? Ya ia aneh…” ucap dion . aku mengambil abu member, lalu aku mencoba menganalisanya
“DRIVE: TYPE TECHNIC”

Tubuhku seketika terlapisi armor berwarna hijau, aku  langsung menggenggam abu member dan melakukan scan dengan armorku. Dan menemukan batu yg ukurannya kecil namun tak terdaftar di data base drive, langsung kutanyakan tentang batu itu ke dion “yon… kok disetiap abu member ada batu kyk gini?” tanyaku sambil menunjukan batunya,”Kayaknya pernah liat… tp dimana ya…”, “kayaknya ini petunjuk di kasus ini…”

Belum selesai kami berdiskusi, seorang perempuan berjalan mendekati kami yang ternyata adalah Jennifer Hanna, member JKT48.
“Kak, kakak yang tadi bisa berubah itu ya? Aku mau minta tolong, kak.” Sahut Hanna dengan sedikit terisak. Kondisi di dalam sini yang sudah sungguh kacau membuat penampilan kami pun menjadi sedikit kacau, tak terkecuali Hanna. Rambut yang acak-acakan dan make-up yang luntur karena keringat dan air mata, membuat penampilannya menjadi terlihat sangat lusuh. “Iya, saya yang tadi berubah. Bantuin apa, Na?” tanyaku pada Hanna. “Tolongin temen-temen kita kak. Temen-temen kita banyak yang ilang gak tau kemana. Kita udah cari-cari ke semua tempat di Theater, tapi tetep ga ketemu. Aku gak mau temen aku ada yang meninggal lagi, kak. Tolongin mereka, kak. Please...” ucap Hanna diiringi dengan pecahnya kembali tangisnya, membuat semua orang yang ada di depan kami tadi langsung menengok ke arah kami bertiga. “Iya, kita pasti bantu cari, kok. Tapi kalo ga ada petunjuk yang jelas, susah juga carinya.” Ujar Dion yang bermaksud menenangkan Hanna
 Tiba-tiba seorang perempuan berjalan menuju kami. “Umm, kak. Kalo gak salah, tadi aku liat monster yang warna abu-abu sendiri itu bawa beberapa temen Kak Hanna. Tapi aku gak tau di bawa kemana. Maaf ya, kak, baru ngomong sekarang.” Sahut perempuan itu. “Gak apa-apa, Dek. Itu doang juga udah cukup membantu kami, kok. Nah, Guys, sekarang kita tau kemana kita harus nyari. Tolong cari Orpenoch itu, okay?” ujarku sambil melepas semua Shift Car yang ada bersamaku. Keempat Shift car itu pergi berhamburan mencari Orpenoch yang membawa teman-teman Hanna.
                Sekitar dua jam telah berlalu sejak terakhir aku lepas para Shift Car untuk mencari Orpenoch itu, namun mereka belum juga kembali. “Peng, Speed sama yang lain kok belum dateng juga, sih? Udah dua jam nih kita nunggu.” Gerutu Dion kembali. Memang, ini sudah sedikit terlalu lama. Tapi aku tetap optimis bahwa mereka bisa menemukan Orpenoch itu. “Yaa, tunggu aja lah, Yon. Orang cuma empat, kok, Shift Car-nya. Dengan gedung segede ini, nyari sesuatu pake empat mobil RC kecil gitu ga akan kelar satu jam, lah.” Jawabku pada Dion. Tak lama setelah itu, Speed akhirnya datang, disusul dengan Wild dan Rumble Dump. Speed menunjukkan sebuah tayangan  langsung yang sepertinya direkam lewat Technic, menunjukkan beberapa puluh orang sedang disekap di sebuah ruangan di area Basement. Diantara mereka ada beberapa wajah yang kami kenal, diantaranya Sinka, Naomi, Nobi, Yona dan Nat. Suasana pun menjadi riuh saat beberapa Kaijin masuk, diantaranya ada Mezool, Crow Orpenoch, Phoenix, Wiseman, N Daguva Zeba, dan Gamel. “Kak, tolongin mereka, kak! Kita gak mau mereka berakhir kayak gini juga!” ujar Hanna histeris sambil menunjuk ke arah mayat-mayat yang sudah tak bernyawa tadi. “Kita semua gak mau lagi ada korban, Na. Makanya, aku bakal bebasin mereka dan buka jalan buat kalian kabur lewat basement.” ucapku dengan berani. Entah apa yang merasukiku hingga aku bisa berkata seperti ini. “Peng, mikir! Yang di bawah itu Kaijin-Kaijin yang berbahaya semua, terlebih N Daguva Zeba! Lu mau bonyok sampe akherat ngelawan mereka semua sendirian!?” bentak Dion. Aku hanya tersenyum dan menepuk pundaknya. “Tenang, kagak sendirian kok. Ayo, Yon! Kita kebawah!” sahutku sambil menarik tangan Dion. “Kampret, gua tau ujungnya bakal kayak gini.” Gerutu Dion. Kami berdua menuruni tangga darurat yang ada di backstage Theater menuju basement. Dan kami berdua tahu, di basement, kejutan istimewa telah menunggu kami.


~To Be Continue~

0 komentar:

Posting Komentar