“Kampret, Yon!
Itu...Fangire...” ucapku gemetaran. Aku dan Dion terdiam, saat hampir semua
orang di dalam Theater berlari panik kesana kemari. Kami bingung, perasaan kami
campur aduk saat ini. Antara senang karena tebakan kami tentang orang itu
benar, dan takut karena sekarang nyawa kami semua benar-benar terancam.
Suasana
Theater benar-benar kacau. Orang berlarian kesana kemari, mencari jalan keluar
dari Theater yang sialnya tidak ada. Semua pintu di dalam Theater terkunci
secara misterius, bahkan pintu-pintu di dalam backstage juga. Dan tak sedikit
orang yang terinjak-injak karena kerusuhan ini. Dan semua ini menjadi tambah
kacau ketika ternyata Fangire tadi tidak sendirian. Aku bisa melihat, beberapa
diantara mereka mengambil kesempatan dalam kerusuhan ini untuk mengambil life
force dari beberapa orang yang lalu lalang di dekat mereka tanpa perlu
mengubah wujud mereka.
“Benar.
Kalian harus takut! Takut kepada kami, para Fangire! Ras yang lebih unggul
daripada kalian manusia busuk! Ramaikan pesta ini, teman-teman!” teriak Fangire
yang ada di atas panggung, sembari membalikkan badannya dan mendekati para
member JKT48. “Yon! Fangire yang tadi, Yon! Dia mau bunuh member, Yon! Gimana
ini!?” ujarku panik pada Dion. “Yaaduuuh, ya gimana juga Peng!? Kita bisa apa!?
Kalo kita sok pahlawan, salah salah kita yang mati, Peng!” jawab Dion sambil
menggaruk kepalanya. Diantara orang yang lalu lalang di hadapan kami, aku
melihat sesosok pria yang sedari tadi melihat terus ke arah kami. Insting
bertahan hidup kami mengatakan, bahwa keadaan ini sangat buruk dan mengharuskan
kami untuk menyelamatkan diri. Namun, otak dan tubuh kami sepertinya sudah
menerima syok yang terlalu besar sehingga sudah sama sekali tidak sinkron. Kami
hanya berdiri mematung di sini saat pria itu menyeringai dan maju perlahan
menghampiri kami. “Ka-kamu si-siapa? Fangire juga?” tanya Dion dengan seluruh
keberanian yang tersisa darinya.
“Hahahahaha!
Kalian ternyata tahu banyak tentang ras pengatur sialan yang ada diatas
panggung itu. Anak muda, kalian harus diberi hadiah. Hadiahnya, aku tidak akan
membunuh kalian dan malah akan menjadikan kalian sepertiku!” jawab orang tadi
pada kami. “Se-sepertimu? Ah, kamu Orpenoch!” timpalku dengan lantang. “Hahaha,
otak kalian sepertinya bagus. Kalian bahkan tahu kalau aku Orpenoch hanya dari
perkataanku tadi.” Sahut orang itu dengan keras. Orpenoch adalah spesies tidak
teridentifikasi yang berasal dari orang yang sudah mati. Orang yang sudah mati
karena Orpenoch lain juga punya kemungkinan menjadi Orpenoch. Mereka hidup
dengan mengambil jantung manusia, dan manusia yang telah menjadi mangsa
Orpenoch akan menjadi debu jika tidak cukup kuat untuk menjadi Orpenoch juga.
Monster mengerikan yang merupakan musuh utama Kamen Rider Faiz.
“Kalau
begitu mari kita mulai!” teriak pria itu seraya mengubah wujudnya menjadi Crow
Orpenoch. Kaki kami mendadak lemas, membuat kami jatuh terduduk dihadapan
Orepnoch itu. Dia mengangkat tangannya dan mengeluarkan sebilah pedang berwarna
abu-abu. Dilihat dari sudut pandang manapun, kami tidak mempunyai kesempatan
untuk selamat atau bahkan untuk sekedar mengelak. Crow Orpenoch itu mengayunkan
pedangnya dengan cepat menuju ke arah dada kami. Kami hanya bisa pasrah dan
menunggu nasib kami selanjutnya, baik menjadi Orpenoch maupun mati menjadi debu.
KLANG!
Suara berdenting keras terdengar dari arah depan kami. “A-apa ini!? Seranganku,
dapat ditangkis!?” ujar Orpenoch itu keheranan. Mendengar hal itu aku dan Dion
langsung membuka mata, dan mendapati bahwa sesuatu berhasil menangkis serangan
Orpenoch itu. Sesuatu seperti mobil mainan merah kecil yang memiliki jalur
melayang. Itu, Shift Car!? Benda yang menolong kami adalah Shift Speed, yang
sudah tidak membatu lagi, dan ia bisa bergerak sendiri persis seperti di film.
Pemandangan aneh ini membuat kami syok sekaligus kagum. Aku dan Dion hanya
saling berpandangan satu sama lain. “Peng, kotaknya! Coba liat kotaknya!” sahut
Dion antusias. “Kalo Shift Speed udah balik dan bisa jalan sendiri, berarti
Driver sama Shift Brace-nya...” timpalku sambil langsung membuka kotak kayu
yang tadi kubawa. Dan benar saja, Drive Driver dan Shift Brace yang tadi kami
lihat membatu, sekarang sudah kembali seperti sedia kala. Tanpa buang waktu,
aku dan Dion berdiri menjauh dan mengambil kedua benda ini lalu langsung memakaikannya
di tubuhku. Dengan sigap, Shift Speed langsung melompat ke tangan kananku,
pertanda ia juga siap mendampingiku bertarung. Aku langsung memutar tuas kunci
di bagian Driver sebelah kanan, mengaktifkan transform sequence system dari
Driver ini. Aku balikkan bagian belakang Shift Speed, memperlihatkan lambang
Drive yang ada di bagian chasis Shift Speed. Kumasukkan Shift Speed
kedalam Shift Brace dan langsung mendorongnya layaknya sebuah tuas. “HENSHIN!”
sahutku dengan lantang sambil memperagakan pose beruba a la Kamen Rider Drive.
“DRIVE:
TYPE SPEED”
Seketika itu
juga tubuhku dikelilingi oleh benda seperti bagian-bagian mesin.
Benda-benda
ini lantas terpasang dengan rapih di badanku, membuatku terlihat bak sebuah
robot berwarna merah. Belum selesai aku berubah, Crow Orpenoch tadi langsung
berlari untuk menebasku. Sampai akhirnya ia terpental sangat jauh oleh sebuah
ban hitam dengan strip merah. Ban itu melayang mendekatiku dan secara
menakjubkan terpasang melintang dari bahu kiriku menuju pinggang kananku,
menyelesaikan perubahanku menjadi wujud yang dapat mengimbangi kekuatan para
monster yang menyerang kami. Mengubahku menjadi seorang Kamen Rider. Kamen
Rider Drive.
“Woooooow,
Kamen Rider asli! Dan itu lu, Peng!” sahut Dion terkagum-kagum. Aku hanya mengamati
wujud baruku ini dengan kagum, sebelum akhirnya aku disadarkan oleh tebasan
pedang Orpenoch itu. Dan kini dihadapanku bukan hanya si Crow Orpenoch saja
yang hadir, melainkan seluruh Fangire yang ada di ruangan ini. Suasana mendadak
hening, baik para monster maupun semua orang yang masih hidup dan berada di
ruangan ini saat ini. “Jadi, Kamen Rider juga sampai ikut ke dunia ini? Kalian
tidak kenal kata menyerah, ya? Baiklah, ini akan menjadi pertarungan yang
menarik! Kita lihat, siapa yang lebih unggul! Kami, para Kaijin, atau kalian,
para manusia! Maju!” ujar Fangire yang tadi ada di atas stage. Seketika itu
juga para monster itu berhamburan menuju ke arahku berdiri. Mereka mengangkat
senjata mereka masing-masing dan langsung melancarkan serangan. Sial, aku
tidak pernah bertarung sebelumnya, pikirku. Dengan begini, aku akan jadi
sasaran empuk. Tapi ternyata pemikiranku salah besar. Tiba-tiba saja, seperti
ada seberkas cahaya memancar di depan mataku dan seolah memberiku pengelihatan
akan cara untuk bertarung. Pengelihatan tentang pertarungan-pertarungan yang
sudah dilalui oleh Tomari Shinnosuke, pengguna Drive System pertama. Semuanya
mengalir begitu saja, sehingga aku tanpa sadar sudah menggerakkan anggota
tubuhku untuk menangkis beberapa serangan yang dilancarkan para Kaijin itu. Tak
ingin dipojokkan, aku langsung menyerang balik mereka dan berhasil balik
memojokkan mereka. Kuputar kembali tuas kunci di Driver, lalu kudorong Shift
Speed yang ada di Brace sebanyak tiga kali.
“SP-SP-SPEED”
Seketika aku
merasakan sebuah kekuatan yang meledak-ledak di dalam tubuhku, membuat kecepatanku meningkat tiga
kali lipat. Kulancarkan serangan bertubi-tubi kepada para Kaijin tersebut
dengan kecepatan penuh, hingga beberapa Fangire hancur berkeping-keping layaknya
sebuah kaca mosaik yang pecah. “Cih, kurang ajar! Apa yang sebenarnya kalian
lakukan!? Cepat kalahkan Kamen Rider itu!” teriak Fangire yang memimpin mereka
dengan sedikit panik. Kali ini serangan mereka cukup berbeda, dan cukup
merepotkanku. Namun tanpa disangka-sangka, tiga buah sosok Shift Car berlarian
dari belakangku. Para Kaijin yang juga tidak sadar akan kehadiran mereka jatuh
tersungkur oleh serangan mereka. “I-ini kan...” sahutku kagum, sebelum Dion
memotongnya.”Waaauw, Shift Wild, Shift Technic, sama Shift Rumble Dump!
Ajegile, jangan sia-siain Peng! Pake
Wild!” ujar Dion mengomandoiku. Aku hanya mengangguk dan menuruti Dion. Kulepas
Shift Speed dari Brace dan digantikan oleh Shift Wild.
“DRIVE: TYPE
WILD”
Wujudku
kembali berubah, kali ini dilapisi oleh benda-benda yang nampak seperti
bagian-bagian mobil Buggy untuk jalan off-road. Ban yang tadinya tepasang
melintang di badanku, kini berubah menjadi ban mobil off-road dan letaknya kini
berada ujung pundak kanan. “Bagus! Type Wild yang ngutamain kekuatan pasti gak
akan kalah dari monster-monster ini. Peng, pake Handle Ken!” sahut Dion yang
lagi-lagi mengomandoiku seolah-olah ia yang mengembangkan Drive System. “Buset,
Yon! Lu udah kaya Rinna Sawagami aja! Ayo, Handle Ken!” teriakku sambil menjulurkan
tangan kananku ke sembarang arah. Seketika itu juga, sebuah pedang dengan
sebuah setir mobil di bagian gagangnya melesat ke arah tangan kananku. Aku
langsung menerjang para Kaijin yang tersisa, menghancurkan mereka satu-persatu.
Kuputar setirnya ke arah kiri dan kanan sebanyak tiga kali secara bergantian.
“TURN, TURN,
U-TURN”
Tubuhku
lalu bergerak sendiri, memutar dan lalu berkali-kali menebas Kaijin-Kaijin itu
hingga tak bersisa. “Si-sial! Hoi, Crow! Kau urus sisanya! Crow! Crow!
CROOOOOW!” teriak Fangire itu kebingungan mencari Crow Orpenoch yang ternyata
sudah tidak ada di sini lagi. “Kau tinggal sendiri, Fangire sialan! Sekarang,
waktunya penghakiman!” sahutku geram. Geram, karena sudah memporak porandakan
Theater JKT48 ini. Geram, karena sudah mengambil banyak nyawa orang tak
bersalah. Geram, karena membahayakan para member JKT48 yang kami idolakan. Dan
juga geram, karena telah menyebut kami sebagai ‘hewan ternak’. Aku memasukkan
Shift Wild ke dalam Handle Ken lalu memutar setirnya satu kali dan menekan
klaksonnya satu kali, mengakhiri semua kegilaan ini. Dengan kekuatan penuh,
kufokuskan kekuatanku pada Handle Ken.
“HISSATSU:
WILD, FULL THROTTLE!”
“TURN, DRIFT
KAITEN!”
“Kau
datang untuk berkendara.” sahutku pelan, sebelum akhirnya melancarkan serangan
terakhir. Badanku melaju dengan cepat sembari berputar, menghujam Fangire itu
dengan ratusan tebasan yang membentuk angka delapan. Dengan satu drift terakhir
yang mengakhiri seranganku, Fangire itu hancur berkeping-keping tanpa sisa.
Semua mata di dalam Theater tertuju padaku. Disusul dengan teriakan gembira
semua orang, menandakan rasa senang mereka karena semua ini telah berakhir.
“Dia cukup hebat…” ucap Shinnosuke dari suatu tempat yg
putih…
“Kenapa kau langsung memberikan data pertarunganmu?” Tanya
rider spirit
“aku… melihat diriku disana…”ucap Shinnosuke sambil
tersenyum
Back to Fx…
Mereka menyelamatiku dan berterima
kasih padaku, persis seperti seorang pahlawan yang ada di film-film. Semuanya
berakhir, atau setidaknya kupikir begitu. Dion menghampiriku dan memuji
kemampuan bertarungku. “Gile lu, Peng! Lu udah bener-bener mirip Kamen Rider
Drive! Tinggal jadi polisi aja lu, udah mirip Tomari dah.” goda Dion padaku. Aku
hanya tertawa kecil mendengar hal itu.
Mengingat
pintu Theater terkunci semua, aku pun berinisiatif untuk menghancurkan pintu
masuk utama agar semua orang yang masih hidup bisa keluar dengan selamat.
Kutebas pintu itu menjadi dua bagian, sehingga salah satu bagiannya bisa kami
dorong ke luar. Dan benar saja, pintu itu dapat terbuka hanya dengan satu
dorongan kecil. Namun apa yang aku lihat di luar ruangan Theater tidak berbeda
jauh dengan apa yang aku lihat di dalam, dan malah lebih buruk. Mayat dimana-mana,
baik yang life force-nya disedot habis, yang menjadi debu, yang
berlapiskan lendir, yang bersimbah darah, dan lain sebagainya. Kengerianku
bertambah lagi setelah mengetahui bahwa Kaijin yang muncul bukan hanya Orpenoch
dan Fangire saja. Banyak sekali Makamou-Makamou besar yang berkeliaran di
lantai dasar. Puluhan Worm terbang
kesana kemari. Para Unknow dan Grongi berkeliaran dimana-mana. Mirror Monster
yang berpindah-pindah dari satu kaca ke kaca lain, dan masih banyak lagi. Tidak
mungkin aku dapat mengalahkan semua Kaijin ini sendirian. Aku pun bergegas
masuk kembali dan menutup pintu tadi rapat-rapat agar para Kaijin itu tidak
bisa masuk ke dalam sini.
Suasana
di dalam kembali hening, dikarenakan mereka yang masih bertahan sedang
memberikan penghormatan terakhir dan doa pada mereka yang telah mendahului
kami. Mereka menopang tubuh-tubuh itu dan mereka jajarkan di depan agar dapat
di doakan dengan serentak. Tidak sedikit korban yang aku lihat berjajar di
depan, dan tidak sedikit pula diantara mereka ada beberapa member JKT48. Sisil,
Uty, Acha, Ayen, Yupi, dan beberapa member lain yang tidak dapat
teridentifikasi karena sudah menjadi abu. Kesedihan yang begitu mendalam
terpancar di mata para fans dan member. Bagaimana tidak, mereka melihat orang
yang mereka sayangi, orang yang mereka idolai, dibunuh dengan sadis di depan
mata mereka sendiri. Dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Aku kembali ke
wujud manusiaku dan ikut mendoakan para korban yang telah tiada, lalu setelah
itu menarik Dion untuk membicarakan apa yang aku lihat di luar tadi.
“Yon,
sini sebentar. Gua mau ngomong.” Sahutku sambil menarik tangannya. Aku bawa
Dion ke pojok ruangan, agar yang lain tidak bisa mendengarkan pembicaraan kami.
“Ada apa sih, Peng? Lagi pada berduka juga, lu malah ngajak gua mojok disini.
Kalo bukan hal yang penting, gua abisin lu.” Gerutu Dion padaku. Lalu aku
mengangguk dan tanpa panjang lebar aku langsung jelaskan apa yang aku lihat di
luar sana tadi. Dan reaksi Dion pun dapat kutebak, dia kaget dan panik. Walaupun
tidak terlalu panik. “Anjrit, asli banyak banget? Lu liat ada yang selamat
kagak di luar? Atau jangan-jangan, cuma kita disini yang selamat?” tanya Dion.
Aku hanya menggelengkan kepala, tak tahu apakah di luar ruangan ini masih ada
yang selamat atu tidak. Untungnya Dion adalah orang berkepala cukup dingin,
sehingga dengan cepat ia langsung memikirkan solusi yang paling memungkinkan
dalam situasi seperti ini. “Bentar, Peng. Lu udah cek jalan belakang belum?
Yang lewat backstage. Kalo ga salah waktu gua liat sitemap Theater, di belakang
ada satu pintu yang bisa langsung ngehubungin kita sama pintu darurat.” Ucap
Dion. “Wah, bener juga tuh Yon! Kalo ada, kan kita bisa evakuasi yang lain biar
sampe ke luar gedung. Soalnya tadi gua liat sih di luar gedung udah banyak
banget tentara-tentara sama polisi gituh.” Lanjutku memberi masukan. Memang,
tadi saat aku keluar, aku
samar-samar melihat banyak sekali kerumunan dengan baju loreng dan suara sirine
di luar. Ini bisa jadi kesempatan kita untuk melarikan diri…”
“tapi ada yg aneh…” gumamku pelan, “apanya? Keadaan? Ya ia
aneh…” ucap dion . aku mengambil abu member, lalu aku mencoba menganalisanya
“DRIVE: TYPE
TECHNIC”
Tubuhku seketika terlapisi armor berwarna hijau, aku langsung menggenggam abu member dan melakukan
scan dengan armorku. Dan menemukan batu yg ukurannya kecil namun tak terdaftar
di data base drive, langsung kutanyakan tentang batu itu ke dion “yon… kok
disetiap abu member ada batu kyk gini?” tanyaku sambil menunjukan
batunya,”Kayaknya pernah liat… tp dimana ya…”, “kayaknya ini petunjuk di kasus
ini…”
Belum selesai kami berdiskusi, seorang
perempuan berjalan mendekati kami yang ternyata adalah Jennifer Hanna, member
JKT48.
“Kak, kakak yang tadi bisa berubah itu
ya? Aku mau minta tolong, kak.” Sahut Hanna dengan sedikit terisak. Kondisi di
dalam sini yang sudah sungguh kacau membuat penampilan kami pun menjadi sedikit
kacau, tak terkecuali Hanna. Rambut yang acak-acakan dan make-up yang luntur
karena keringat dan air mata, membuat penampilannya menjadi terlihat sangat
lusuh. “Iya, saya yang tadi berubah. Bantuin apa, Na?” tanyaku pada Hanna.
“Tolongin temen-temen kita kak. Temen-temen kita banyak yang ilang gak tau
kemana. Kita udah cari-cari ke semua tempat di Theater, tapi tetep ga ketemu.
Aku gak mau temen aku ada yang meninggal lagi, kak. Tolongin mereka, kak.
Please...” ucap Hanna diiringi dengan pecahnya kembali tangisnya, membuat semua
orang yang ada di depan kami tadi langsung menengok ke arah kami bertiga. “Iya,
kita pasti bantu cari, kok. Tapi kalo ga ada petunjuk yang jelas, susah juga
carinya.” Ujar Dion yang bermaksud menenangkan Hanna
Tiba-tiba seorang perempuan berjalan menuju
kami. “Umm, kak. Kalo gak salah, tadi aku liat monster yang warna abu-abu
sendiri itu bawa beberapa temen Kak Hanna. Tapi aku gak tau di bawa kemana.
Maaf ya, kak, baru ngomong sekarang.” Sahut perempuan itu. “Gak apa-apa, Dek.
Itu doang juga udah cukup membantu kami, kok. Nah, Guys, sekarang kita tau
kemana kita harus nyari. Tolong cari Orpenoch itu, okay?” ujarku sambil melepas
semua Shift Car yang ada bersamaku. Keempat Shift car itu pergi berhamburan
mencari Orpenoch yang membawa teman-teman Hanna.
Sekitar dua jam telah berlalu sejak terakhir aku lepas para Shift Car untuk
mencari Orpenoch itu, namun mereka belum juga kembali. “Peng, Speed sama yang
lain kok belum dateng juga, sih? Udah dua jam nih kita nunggu.” Gerutu Dion
kembali. Memang, ini sudah sedikit terlalu lama. Tapi aku tetap optimis bahwa
mereka bisa menemukan Orpenoch itu. “Yaa, tunggu aja lah, Yon. Orang cuma
empat, kok, Shift Car-nya. Dengan gedung segede ini, nyari sesuatu pake empat
mobil RC kecil gitu ga akan kelar satu jam, lah.” Jawabku pada Dion. Tak lama
setelah itu, Speed akhirnya datang, disusul dengan Wild dan Rumble Dump. Speed menunjukkan
sebuah tayangan langsung yang sepertinya direkam lewat Technic,
menunjukkan beberapa puluh orang sedang disekap di sebuah ruangan di area
Basement. Diantara mereka ada beberapa wajah yang kami kenal, diantaranya
Sinka, Naomi, Nobi, Yona dan Nat. Suasana pun menjadi riuh saat beberapa Kaijin
masuk, diantaranya ada Mezool, Crow Orpenoch, Phoenix, Wiseman, N Daguva Zeba,
dan Gamel. “Kak, tolongin mereka, kak! Kita gak mau mereka berakhir kayak gini
juga!” ujar Hanna histeris sambil menunjuk ke arah mayat-mayat yang sudah tak
bernyawa tadi. “Kita semua gak mau lagi ada korban, Na. Makanya, aku bakal
bebasin mereka dan buka jalan buat kalian kabur lewat basement.” ucapku dengan
berani. Entah apa yang merasukiku hingga aku bisa berkata seperti ini. “Peng,
mikir! Yang di bawah itu Kaijin-Kaijin yang berbahaya semua, terlebih N Daguva
Zeba! Lu mau bonyok sampe akherat ngelawan mereka semua sendirian!?” bentak
Dion. Aku hanya tersenyum dan menepuk pundaknya. “Tenang, kagak sendirian kok.
Ayo, Yon! Kita kebawah!” sahutku sambil menarik tangan Dion. “Kampret, gua tau
ujungnya bakal kayak gini.” Gerutu Dion. Kami berdua menuruni tangga darurat
yang ada di backstage Theater menuju basement. Dan kami berdua tahu, di
basement, kejutan istimewa telah menunggu kami.
~To Be Continue~
0 komentar:
Posting Komentar